Thursday , 25 April 2024
Home 4 Motivation of The Day 4 Keponakan dari Desa

Keponakan dari Desa

Suatu kali keponakan saya datang dari desa dengan motor dan tas penuh meninggi di punggungnya, isinya adalah hasil kebun kakak saya: buah petai! Buah yang baunya jauh lebih menggemparkan dibanding rasanya. Jumlahnya membuat saya terpana dan karena banyaknya saya berencana membagi-bagikan juga ke tetangga. Ada banyak alasan, pertama menyenangkan tetangga adalah pekerjaan yang menggembirakan. Kedua, makan petai enaknya harus bersama-sama. Ini baru adil. Karena jika engkau makan, aku cuma kena baunya, ini kejahatan, karena bau petai ini memang jahat sekali. Saya bukan penggemar petai, tetapi juga tidak anti sama sekali. Tapi intinya ialah bahkan bau pesing pun kalau itu hasil produksi bersama pasti jauh dari pertengkaran.

Tetapi bukan soal petai itu yang akan saya ceritakan, melainkan kedatangan keponakan yang salah waktu itu, meskipun ia datang hendak membagi kegembiraan. Tetapi itulah waku yang saya sedang diburu-buru pekerjaan. Komputer baru saja menyala dan sebuah tulisan buru-buru harus dirampungkan. Pada saat seperti ini, tak ada soal yang lebih penting selain melihat agar tulisan itu lekas jadi. Maka kedatangan keponakan saya dari jauh itu tak lebih dari gangguan.


Hampir saja saya menyelesaikan persoalan ini dengan cara praktis, menyapa secukupnya, meminta maaf karena saya sibuk, meminta dia ambil makan dan minum sendiri dan begitu pulang saya cukup memberinya uang saku seperlunya. Hampir saja! Tetapi kemudian saya begitu marah kepada diri sendiri. Komputer itu segera saya matikan. Ini pasti bukan karena saya terlalu sibuk. Ini pasti karena di mata saya, pekerjaan adalah satu-satunya soal yang terpenting di dunia. Pekerjaan benar-benar telah bersiap menjadi berhala.

Saya tanya kepada diri saya sendiri dengan perasan marah, apakah dunia akan kiamat kalau pekerjaan ini sejenak saya hentikan? Tidak! Keponakan itu datang dari jarak hampir seratus kilo, dengan beban berat di pungungnya. Dari daerah pegunungan yang pasti membuat ia harus melawan dingin dengan geraham gemeretak dan bibir kebiruan. Dan ia tidak akan singgah lama, karena setelahnya ia harus pergi meneruskan urusannya sebagai anak muda.

Saya tidak tahu, berapa kali momen persaudaraan seperti itu akan terulang. Tetap saya tahu, selama bumi berputar, cuma sekali saja saya akan melihat keponakan ini bermotor, menembus hawa dingin, dengan beban menggunung di punggung, demi mengantar oleh-oleh petai dari desa kepada om-nya. Cuma sekali! Dan yang sekali itu pun cuma akan disambut dengan sekadar sapaan seperlunya dan kebaikan basa-basi. Untung saya segera habis-habisan mendamprat diri sendiri! Komputer itu saya pelototi dengan marah untuk saya bunuh dengan tega dan dengan segera saya temui keponakan yang ketika kecil saya gendong-gendong itu.

Saya pandangi dia hingga tas itu merosot dari pungungnya. Saya tongkrongi ketika dia melepas jaket-jaketnya. Saya duduk di depannya. Saya tak peduli ketika ia cuma diam saja. Ia telah tumbuh besar. Dia membesar, saya menyibuk. Perkembangan ini telah membuat kami terancam saling asing. Tapi meskipun kami saling terdiam, saya mengirim pesan yang jelas untuknya. Ia tahu, saya tengah menyambutnya, menghargai kedatangannya dan menerimanya. Pesan ini pelan-pelan membuatnya nyaman. Maka setiap pertanyaan tentang kabar di desa, tentang kuliahnya di kota, tentang aktivitasnya, ia jawab dengan hati yang hidup dan gembira. Saya segera mendengar seorang anak-anak yang haus bercerita. Benar, ada segudang cerita yang ia ingin orang lain mendengarnya, terutama pasti orang-orang terdekatnya. Cerita itu akan menjadi barang beku, jika saya, om-nya, orang tuanya, orang-orang terdekatnya, cuma sibuk dengan dirinya sendiri. Kesibukan yang keterlaluan kepada diri sendiri, telah membuat banyak orang-orang yang mestinya kita sayang menjadi korban. Mereka kesepian, gagal tumbuh dan beku.

Pertemuan kami tak lebih dari setengah jam. Saya mengantarnya hingga ia lenyap dengan sepeda motornya di pengkolan jalan. Ia pasti pulang dengan hati gembira dan pesan yang jelas di jiwanya: bahwa om-nya ini, masih menyayanginya!

Check Also

– Getting Started & Next Steps

ûWhat to look for when choosing a french coconut pie baker It’s your right to get quality services from your french coconut pie baker so ensure that you choose the one who will serve you well. You have to know that for you to get a reliable french coconut pie baker, you need to.out more …

Discovering The Truth About

How to Protect Your Digital Life from Malware and Viruses Cybersecurity is a serious concern …

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.